Petani dari Thailand |
Bisnis.com/Hendri
T. Asworo 01/02/2016
Bisnis.com,
BANDUNG -
Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) mengendus adanya petani dari
sejumlah negara Asean seperti Thailand, Malaysia, Vietnam dan Filipina yang
akan bekerja di sektor pertanian di Jawa Barat.
Ketua
KTNA Kabupaten Bandung Nono Sambas mengungkapkan berdasarkan informasi dari
para petani di sejumlah daerah, diketahui mulai ada pergerakan dari sejumlah
negara untuk menggarap sektor pertanian Indonesia yang dinilai memiliki potensi
besar.
"Saat
ini mereka mulai mempelajari bahasa dan adat istiadat masyarakat Indonesia,
khususnya yang ada di Jawa," katanya kepada Bisnis, Senin (1/2/2016).
Dia
menjelaskan untuk mengidentifikasi geografi pulau Jawa, mereka mengandalkan
teknologi GPS, serta mempelajari budayanya.
Pihaknya
berharap agar pemerintah bergerak cepat membenahi SDM pertanian di dalam
negeri, agar potensi pertanian nasional bisa digarap optimal oleh tenaga ahli
lokal.
Menurutnya,
pasar tunggal Asean tidak bisa dihindari adanya pertukaran teknologi, tenaga
kerja, dan investasi di sektor pertanian, di mana Thailand dinilai jauh lebih
siap dan lebih maju dari pada Indonesia.
"SDM
pertanian dalam negeri bisa tergeser oleh mereka, jika kondisi ini tidak
disikapi dengan cepat dan cermat oleh pemerintah," tegasnya.
Nono
menambahkan pengusaha dan pemilik lahan juga tidak bisa disalahkan apabila
akhirnya memilih petani impor dengan etos kerja tinggi, produktif dan terlatih.
"Hasil
pertanian Thailand banyak masuk Indonesia seperti pepaya, durian. Mereka punya
kemampuan lebih tinggi, padahal dulunya mereka sempat belajar dari
Indonesia," ungkapnya.
Selama
ini, petani penggarap lahan hanya mampu memproduksi padi sebanyak 5 ton/1
hektare (ha), petani dari luar negeri bisa lebih 10-15 ton/ha.
Oleh
karena itu, pemerintah agar serius menyikapi kondisi ini sebelum SDM pertanian
lokal tergerus oleh petani impor.
"Seriuskan
kembali pendidikan dan pembinaan secara formal maupun informalnya, misalkan
dengan adanya pelatihan langsung di sawah dan studi banding," tuturnya.
Dia
mengaku selama ini tidak ada ajakan langsung dari pemerintah agar petani
meningkatkan produksi padinya, meskipun pemerintah mengklaim telah menggulirkan
program untuk petani.
"Buktinya
pupuk masih menggunakan NPK dan urea. Karakter tanah dengan pupuk kimia dalam
waktu lama bisa rusak. Selain itu, harga pascapanen juga harus diperhatikan
agar petani bersemangat mengolah sawahnya," tegasnya.
Sementara
itu, Ketua Harian Himpunan Kerukunan Tani (HKTI) Jabar Entang Sastraatmadja
mengatakan daya saing petani di dalam negeri rendah akibat kurangnya
regenerasi.
Dia
menjelaskan saat ini seperti jurusan pertanian di beberapa perguruan tinggi
masih relatif sepi peminatnya. Padahal, lulusan jurusan pertanian tersebut bisa
meregenerasi petani yang tua.
"Mereka
tidak menjadi petani yang hanya di sawah, tapi melakukan inovasi terhadap
teknologi pertanian. Para lulusan bekerja untuk memajukan pertanian di
daerahnya," ujarnya.
Tak
hanya itu, ujarnya, masih minimnya investor lokasi yang menanamkan modalnya di
sektor pertanian akibat rendahnya jaminan yang disediakan pemerintah. Bahkan,
ujarnya, kondisi infrastruktur yang belum memadai sulit bagi mereka untuk
menanamkan modalnya.
"Sektor
pertanian ini sangat rentan dengan bencana. Jika, jaminan kurang pasti mereka
enggan menanamkan modalnya karena khawatir merugi," ujarnya.
Untuk mengimbangi teknologi yang mereka bawa segera manfaatkan teknologi pertanian yang ramah lingkungan yang bisa memaksimalkan hasil dan mengurangi biaya produksi.
Pupuk Hayati BIOBOOST sebagai salah satu solusi terbaik sekarang ini.
Untuk mengimbangi teknologi yang mereka bawa segera manfaatkan teknologi pertanian yang ramah lingkungan yang bisa memaksimalkan hasil dan mengurangi biaya produksi.
Pupuk Hayati BIOBOOST sebagai salah satu solusi terbaik sekarang ini.
Petani dari Vietnam |
No comments:
Post a Comment